Mengacu pada diagram klasik Kiyosaki, dimanakah sekarang posisi kuadran Anda? Apakah Anda seorang Employee (E), Self-Employed (S), Business Owner (B), atau malah sudah Investor (I)? Meski parameter tersebut sudah sering dibicarakan dan merupakan parameter lama, namun menurut saya parameter awal tersebut tetaplah merupakan tool yang penting bagi kita untuk mendiagnosis posisi kita kemarin, saat ini, dan tentunya posisi kita di masa depan.

Secara umum tentu saja posisi yang paling banyak adalah posisi Employee (E) karena memang bagi sebagian orang posisi tersebut dipersepsikan sebagai posisi yang mudah diraih, meski jelas-jelas saya meragukan klaim tersebut, apalagi pada masa pelambatan ekonomi seperti saat ini.

Sedikit lebih “beruntung” adalah posisi Self-Employed (S) dikarenakan setidaknya pelakunya menjadi tuan atas dirinya sendiri dan bisa dibilang menjadi insan “setengah merdeka”. Kenapa setengah merdeka? Karena memang mereka belum bisa merdeka seutuhnya karena ketergantungan terhadap skill individu sangatlah dominan. Tanpa hadirnya individu tersebut praktis usaha yang dijalankannya tidak bisa bertahan alias mandeg. Lantas sebagai manuasia biasa, bukankah kita sewaktu-waktu bisa sakit atau mungkin terkena musibah yang membuat kita tidak bisa beraktivitas normal?

Pengalaman tersebut saya peroleh dari teman saya yang memiliki usaha software development seperti saya. Dia fokus menangani pembuatan sistem akuntansi (GL) dan payroll. Namun dia susah percaya terhadap orang lain dan memutuskan untuk bekerja sendiri. Dia berdalih trauma bekerja dengan orang lain dikarenakan kekhawatiran bahwa staff yang direkrutnya membawa kabur logika algoritma sistem akuntansi dan payroll yang telah dengan susah payah dia kembangkan selama bertahun-tahun. Memang secara umum dia tampak menikmati usahanya tersebut mengingat semua hasil pendapatan usahanya dia nikmati sendiri tanpa mesti berbagi dengan orang lain. Namun disinilah masalahnya, tanpa diduga pada suatu waktu sewaktu dalam perjalanan menuju klien dia terpeleset sewaktu mengendarai motor dan membuatnya jatuh dan patah tulang tangan kanannya. Hal yang terjadi kemudian sangatlah fatal. Secara fisik memang tidak terlalu mengkhawatirkan, namun setidaknya dia memerlukan waktu 1-2 bulan untuk menyembuhkan patah tulangnya. Dengan jumlah klien yang lumayan banyak serta sisa pekerjaan yang masih menumpuk tanpa adanya back-up, maka akibatnya sangat fatal bagi kelangsungan usahanya. Banyak proyek yang terpaksa putus ditengah jalan dan dalam kondisi pengeluaran dia yang besar, praktis dia sama sekali tidak memiliki penghasilan. Kabar terakhir dia menyerah dan memutuskan bekerja kembali pada perusahaan lain.

Selain faktor tersebut diatas, juga perlu disadari bahwa keterbatasan utama manusia adalah WAKTU. Dalam sehari kita cuma punya 24 jam dan umumnya hanya memiliki maksimal 10-12 jam waktu produktif untuk bekerja. Lantas bilamana kita hanya bekerja sendirian, maka kita tidak akan mampu mereplikasi hasil kerja kita yang akhirnya membuat output yang kita hasilkan sangat terbatas. Hal ini berlaku juga pada profesi-profesi seperti dokter, penyanyi, pelukis, dsb. Kecuali kalau dalam profesi kita tersebut kita mampu mengeruk massive income secepat mungkin dan lantas mampu menggeser kuadran kita ke posisi Investor.

Kuadran berikutnya adalah Business Owner (B) dimana dalam posisi ini kita telah berhasil membangun suatu sistem yang standard yang seragam serta telah terbukti mampu berjalan dengan baik dalam berbagai skenario yang mungkin timbul. Bisnis yang berhasil adalah bisnis yang telah memiliki sistem “Auto Pilot”. Sehingga tanpa kehadiran kita sebagai pemilik usaha tersebut dapat terus berjalan dengan baik dan bahkan terus menerus dapat kita replikasi dimanapun dan kapanpun. Contoh paling klasik dari “the real business” adalah bisnis Franchise. Bisnis berbasis Franchise adalah bisnis yang sesungguhnya, dimana tanpa kehadiran pemilik, usaha tersebut dapat terus berkembang sebagai hasil dari penerapan standarisasi proses bisnis yang tepat dan akurat. Banyak orang menduga bahwa mereka telah berhasil membuka bisnis, namun kenyataan sesungguhnya mereka hanya menciptakan lapangan kerja bagi mereka sendiri seperti contoh teman saya diatas. So, do you have a business or a job?

Kuadran terakhir dan juga merupakan kuadran yang menjadi idaman semua orang adalah menjadi Investor (I). Posisi ini menekankan bahwa yang semestinya kita tidak bekerja keras mencari uang, namun menciptakan suatu kondisi dimana uang yang mesti mengumpulkan “teman-temannya”. Dalam kondisi normal hal ini bisa diraih bilamana kita telah berhasil mengumpulkan massive income dan lantas berhasil memanfaatkannya untuk membuatnya bekerja bagi kita sebagai pemilik uang.

Menurut Kiyosaki, faktanya E & S adalah 80% dan B & I hanya sekitar 20%, namun 95% kekayaan ada pada B & I sedangkan E& S hanya memiliki sisanya Lantas pertanyaannya, ingin dalam kuadran manakah Anda dalam 5 tahun kedepan? ***Betley-30032009


Ada banyak sekali definisi Entrepreneurship, namun menurut penulis yang paling sesuai adalah definisi menurut Peter F. Drucker. Menurut Drucker, Entrepreneurship adalah “…the practice of consistently converting good ideas into profitable commerce venture”. Secara bebas dapat diartikan bahwa Entrepreneurship adalah suatu “…aktivitas yang secara konsisten dilakukan guna mengkonversi ide-ide yang bagus menjadi kegiatan usaha yang menguntungkan”.

Disitu tampak bahwa komponen yang penting adalah Consistent, Convert, Ideas, dan Profitable. Consistent (Konsisten) berarti tindakan itu dilakukan secara terus menerus dengan tingkat determinasi yang tinggi, sedangkan Convert (konversi) mengandung makna mengkonversi dari sesuatu hal yang tidak berarti menjadi hal baru yang bernilai. Juga hal yang terpenting adalah adanya Ideas (ide-ide) yang brilian namun dapat diwujudkan secara riil. Perlu diperhatikan bahwa ide-ide secermelang apapun tidak akan memberi manfaat atau faedah bila tidak bisa ditransformasikan menjadi sesuatu yang riil dan berdaya guna. Oleh karena itu alangkah baiknya bila kita mulai membiasakan untuk mendokumentasikan ide-ide yang kita hasilkan dan lantas bilamana dirasa pantas dapat segera ditransformasikan menjadi sesuatu yang riil.

Menurut saya, ide yang ditransformasikan menjadi sesuatu yang riil dan bernilai ekonomis adalah akar (root) dari Entrepreneurship. Napoleon Hill, the father of modern motivator, menyebutkan bahwa ide-ide (dan juga imajinasi) merupakan suatu komponen mutlak yang mesti dimiliki oleh mereka yang ingin sukses. Kali ini saya belum akan mengulas lebih lanjut tentang ide, karena akan dibicarakan lebih lanjut pada bab-bab selanjutnya.

Setelah membahas sekilas tentang definisi Entrepreneurship, berikutnya saya akan lebih fokus membahas tentang mengapa (why) menjadi entrepreneur. Sengaja saya buat dalam bentuk daftar karena ternyata dari respons teman-teman mereka lebih suka penyajian dalam bentuk daftar.

1. Kebebasan Finansial
Hal yang paling diidam-idamkan semua orang adalah kebebasan finansial. Dengan menjadi entrepreneur maka kesempatan itu terbuka sangat lebar karena semua Anda tentukan sendiri. Mulai dari target, cara memperoleh, kapan, hingga seberapa banyak semuanya terserah Anda selaku pelaksananya. The sky is the limit, demikian orang menyebutnya.

2. Kebebasan Waktu
Waktu merupakan suatu hal yang tidak tergantikan, sekali hilang ya hilang sudah tanpa bisa kita peroleh kembali. Selain itu apabila Anda sudah berkeluarga maka pilihan menjadi entrepreneur adalah pilihan yang bijaksana mengingat apabila Anda menjalankan bisnis dengan tepat dan telah berhasil membangun sistem “auto pilot” dalam bisnis Anda, maka kebebasan waktu niscaya dapat Anda miliki. Jangan pernah bangga menjadi orang super sibuk, tapi berbanggalah menjadi orang punya banyak waktu untuk berbagi ke sesama. Demikian kata guru saya.

3. Membuka Lapangan Kerja
Bayangkan kalau Indonesia memiliki 10 juta entrepreneur baru, maka dijamin angka pengangguran akan turun drastis atau bahkan minus bila perlu. Selain itu dengan menjadi entrepreneur berarti kita membuka kesempatan lapangan kerja untuk saudara, rekan, atau kerabat yang mungkin karena keterbatasannya kesulitan mencari kerja di tempat lain.

4. Kemandirian
The best thing in life is freedom! Dengan menjadi entrepreneur semua aktivitas, baik hasil maupun resikonya ada di tangan Anda. Oleh karena itu Anda bebas menentukan ingin seperti apa Anda di kemudian hari tanpa harus menyerahkan jalur karirAnda pada orang-orang HRD.

5. Sarana Mewujudkan Ide yang Ekstrem
Dulu ada salah seorang mahasiswa saya memiliki ide untuk membuka salon khusus anak muda penganut gothic dan punk lengkap dengan studio tattoo, piercing, dan aksesoris khas underground lainnya. Dia berungkali mencoba mengutarakan ide tersebut kepada bos factory outlet tempatnya bekerja dan juga kepada investor lain. Tentu saja ide tersebut tidak dapat diterima oleh mereka yang berpikir linear dan rigid. Karena frustasi dia memutuskan untuk nekat membuka studio tersebut dalam bentuk Mobile Shop & Studio alias salon dan toko dalam mobil pick-up guna menghemat sewa tempat. Akhirnya perlahan tapi pasti usahanya berkembang juga meski mulanya dia harus tertatih-tatih dikarenakan keterbatasan modal. Terakhir waktu saya tanya dia bilang sangat bangga karena berhasil mewujudkan ide bisnisnya yang bagi sebagian orang dianggap ekstrem.

6. Solusi Anti PHK
Dengan menjadi entrepreneur tentu saja Anda tidak perlu khawatir untuk kena PHK, kecuali tentu saja Anda mem-PHK diri Anda sendiri.

7. Kesempatan Masih Luas
Dengan jumlah penduduk yang ratusan juta, maka tentu saja peluang dan kesempatan yang ada bagi kita untuk membuka usaha sangatlah luas. Yang penting kita kreatif, mau bekerja keras, dan tidak gengsi maka sebetulnya hampir tidak ada alasan untuk tidak bisa membuat usaha yang sukses.

8. Untuk Semua Orang dan Bisa Dipelajari
Entrepreneurship tidak identik dengan suatu suku atau ras tertentu. Banyak dari kita terjebak oleh mitos-mitos yang sebenarnya tidak tepat. Karena semua itu ada ilmunya dan bisa dipelajari dan karenanya bisa dilakukan oleh siapapun sepanjang dia mau dan berani mencoba.

Demikian sedikit alasan kenapa menjadi entrepreneur, diluar itu masih banyak alasan lain yang layak dipertimbangkan. Semoga bermanfaat. @Betley06042009


Pagi ini saya memperoleh pesan indah dari teman lama yang telah membaca catatan-catatan yang telah saya publikasikan melalui blog ataupun Facebook. Selain dia, pesan indah tersebut saya terima juga beberapa waktu lalu dari seorang teman lain yang saat ini menjabat sebagai Assistant Vice President (AVP) di salah satu bank besar milik Singapura. Apa isi pesan indah itu?

Ternyata “virus-virus” yang telah saya sebar melalui catatan-catatan saya telah menuai “hasil”-nya. Kedua teman saya tadi mengeluh telah mengalami gejala-gejala panas-dingin, susah tidur, dan gelisah berkepanjangan. Mereka gelisah karena dalam lubuk hati yang terdalam (deep inside) sebenarnya mereka sudah lelah dan jenuh bekerja untuk orang lain dan ingin segera memulai petualangan baru sebagai entrepreneur.

Meski sudah berkali-kali saya sampaikan bahwa seharusnya dengan pengalaman dan jaringan sekaliber mereka seharusnya tidak susah menjadi pengusaha namun faktanya tetap saja mereka masih takut atau ragu-ragu untuk melangkah lebih lanjut. Saya berpikir jangan-jangan “virus” yang saya tularkan kurang kuat dosisnya. Nah supaya makin kuat dosis virusnya, maka saya coba menambahkan “dosis” baru. Nanti kalau frekuensi panas dingin dan gelisahnya makin tinggi, maka saya akan coba tawarkan “obat penawarnya” :D.

Berikut ini adalah alasan-alasan yang dulu membuat saya mantap untuk “Fire my Boss!” dan memutuskan untuk memasuki tahapan baru sebagai pengusaha:

1. Lingkungan Kerja yang Kurang Kondusif
Karena beberapa alasan tertentu yang seringkali tidak saya mengerti, maka banyak ide-ide saya atau ide kelompok kami yang mentok dan tidak tersalur dikarenakan adanya perbedaan sudut pandang antara saya dan manajemen. Padahal saya haqqul yakin bahwa kedepan ide-ide tersebut akan menjadi tren bisnis yang akhirnya memang terbukti demikian.

2. Pimpinan yang Kurang Mendukung
Dalam berbagai kesempatan, saya bekerja untuk pimpinan dengan berbagai dengan latar belakang yang sangat variatif dan kompleks. Banyak pimpinan saya yang suportif dan mendukung saya untuk maju, namun demikian ada pula pimpinan yang memang sangat susah untuk diajak bekerjasama. Pimpinan yang demanding adalah biasa, namun pimpinan yang tidak bisa menerima masukan dari bawahan merupakan pimpinan yang membuat saya frustasi.

3. Waktu yang Terbatas
Dahulu saya termasuk pekerja yang bisa dibilang jarang pulang ke rumah dikarenakan kesibukan yang luar biasa apalagi pada waktu persiapan menjelang tender proyek. Sebagai sales sekaligus konsultan saya mesti melakukan banyak hal mulai dari hal yang sederhana sampai hal yang sangat kompleks. Waktu yang 24 jam terasa kurang dan membuat saya seringkali mengalami kelelahan baik fisik maupun mental. Untuk kelelahan fisik saya bisa mengatasinya dengan mudah namun tidak demikian hal-nya dengan kelelahan mental.

4. Penghasilan yang Terbatas
Meski saya rutin memperoleh kenaikan salary berkala, bonus, dan juga komisi proyek namun tetap saja semua itu ada batasnya. Meski uang bukan segalanya dan tidak menjamin kebahagiaan, namun saya berprinsip bahwa untuk mencapai kebahagiaan maka kita memerlukan uang. Saya sepakat bahwa uang adalah “alat” untuk mencapai tujuan dan bukannya “tujuan” itu sendiri.

5. Jenjang Karir yang Terbatas
Karir puncak merupakan idaman semua orang, namun sayangnya jenjang karir itu seperti piramida yang makin runcing pada sisi atasnya. Meski kita telah memberikan semua yang kita punya namun faktanya tetap saja masih banyak orang yang memang lebih hebat dari kita. Daripada berebut pada lorong yang makin sempit, lantas kenapa kita tidak menciptakan lorong sendiri?

6. Office Politics
Suka atau tidak hal ini pasti terjadi dimanapun Anda berada. Persaingan yang keras seringkali memicu orang untuk bersaing dengan tidak sehat, salah satunya dengan office politics. Apalagi dengan makin mudahnya proses komunikasi antar karyawan dalam perusahaan maka makin mudah pula office politics dilakukan. Pernahkah Anda mengalami bahwa kealpaan atau kesalahan yang mungkin Anda perbuat dengan tidak sengaja beredar ke pimpinan kita atau tersebar kemana-mana melalui fasilitas CC (carbon copy) dalam email?

7. Resiko PHK
Dahulu siapa pernah menyangka kalau Lehman Brothers bakal ambruk? Atau juga kemungkinan bahwa Citibank, RBS, ING, GM Motors bakal rugi besar dan terancam bangkrut? Kondisi tersebut membuat PHK massal tak dapat dihindari. Faktanya dalam beberapa kali krisis ekonomi, perusahaan SME (small medium enterprise) jauh lebih tahan terhadap efek krisis.

8. Pikirkan alasan pribadi Anda….

9. Adakah alasan lain yang lebih personal untuk Anda?

Semoga dosis tambahan dalam “virus” ini lebih mampu untuk menginspirasi Anda.
Salam perubahan! @betley-030409


Hidup memang penuh dinamika. Ada masa dimana kita dalam kondisi puncak dan seakan hanya awan yang sanggup mengiringi langkah kita. Pun juga ada masa dimana kita tenggelam dalam kekalahan seolah hanya akar beringin yang mengiringi keterbenaman kita. Lantas apa yang mesti kita persiapkan dalam menghadapi kondisi tersebut? Utamanya kondisi dimana kita terbenam dalam berbagai tekanan bertubi-tubi dan juga kekalahan yang seolah tak henti-hentinya mendera.

Sebagai manusia tentu saya pernah atau bahkan bisa dibilang termasuk sering berada dalam kondisi tersebut. Sebagai pengusaha berskala UKM, tekanan dan kekalahan datang silih berganti dengan kegemilangan yang saya dapatkan. Gagal dalam tender, pekerjaan proyek yang molor, piutang yang susah ditagih, hutang yang jatuh tempo, atau cashflow perusahaan yang morat-marit adalah santapan saya setiap hari.

Sewaktu masih pada fase-fase awal dahulu, semua problem itu laksana teror yang senantiasa membayangi hidup saya. Pikiran senantiasa gelisah, susah tidur, mudah panik, makan tidak enak, dan pikiran yang menjadi tak terarah. Berat rasanya menghadapi semua itu, apalagi sebagai pemimpin saya dituntut tetap tenang dalam kondisi apapun. Karena pemimpin laksana bandul besar penggerak perusahaan, kalau bandul bergerak diluar harmoni maka bisa dipastikan semuanya akan menjadi kacau.

Namun seiring waktu berjalan, pelan tapi pasti dan berbekal perenungan pribadi serta belajar dari para pengusaha yang lebih senior maka saya mulai menemukan beberapa langkah yang sangat berguna bagi saya guna menghadapi kondisi tersebut.

Intinya adalah bahwa sebaiknya kita mencoba untuk berdialog dengan derita yang kita rasakan, dan juga mencoba untuk berdiskusi dengan kekalahan yang kita alami. Cobalah kita diagnosa secara arif dan sejujurnya, sejatinya apakah derita yang kita rasakan atau seberapa berat kekalahan yang kita alami. Apakah benar-benar parah atau sesungguhnya itu hanyalah produk dari kesukaan kita melebih-lebihkan sesuatu? Sebagian besar manusia, utamanya di Indonesia, berjiwa sentimentil melankolik serta sering merasa sebagai orang paling menderita sedunia. Kita seringkali terjebak pada rasa takut yang berlebihan akan kondisi terburuk yang kita ciptakan sendiri. Alih-alih fokus pada solusi untuk mengatasi masalah, kita lebih asyik menerka-nerka kondisi terburuk yang mungkin terjadi.

Berdasarkan pengalaman pribadi, saya merekomendasikan rekan-rekan untuk mencoba berdialog secara intens dengan diri kita sendiri. Cobalah menyediakan waktu sejenak untuk melakukan analisis secara objektif dan komprehensif tentang apa sesungguhnya yang terjadi. Fokuslah pada solusi dan jangan biasakan untuk terlalu membayangkan kegagalan-kegagalan yang sebenarnya hanyalah ilusi ciptaan kita sendiri. Mulailah berdialog dengan diri kita soal bagaimana mengatasi tantangan yang ada. Bayangkanlah hati Anda dan pikiran Anda bersatu-padu membentuk team yang kuat dan solid guna melibas setiap gangguan yang muncul. Latihlah terus dialog yang konstruktif dalam diri Anda sampai Anda benar-benar memegang kendali dalam menentukan reaksi Anda terhadap setiap kondisi yang Anda hadapi.

Juga kalau Anda menderita suatu kekalahan, ingatlah selalu bahwa itu bukan akhir dari segalanya. Matahari masih akan terbit dari timur dan tenggelam di barat meski Anda meratapi kekalahan itu. Jadikanlah kekalahan itu sebagai bahan pelajaran yang utama guna mencapai kemenangan di waktu yang akan datang. Tanamkanlah dalam benak Anda bahwa pemenang yang sesungguhnya adalah mereka yang tertawa paling akhir.

Selain itu, terdapat beberapa tips sederhana yang mungkin dapat dipraktekkan guna mengatasi stress yang mungkin timbul sebagai akibat problem dalam usaha:

1. Senantiasa berpikir positif dan optimis
Bukan klise, tapi berpikir positif adalah sarana yang paling efektif untuk menyelesaikan banyak hal. Optimisme itu menular, sebagaimana juga dengan pesimisme.

2. Tetap tenang jangan panik
Tetaplah tenang dan berusahalah keras untuk tidak panik karena kepanikan hanya akan menambahkan masalah baru bagi Anda.

3. Fokus pada solusi
Teruslah fokus pada solusi dan bukannya pada masalah yang ada.

4. Jangan hanya berpikir linier
Berpikirlah progresif dan out of the box. Banyak permasalahan besar yang sesungguhnya dapat diselesaikan dengan mudah dengan solusi yang sederhana.

5. Diskusi dengan teman atau praktisi bisnis yang lebih senior.
Seringkali dalam diskusi itu kita akan memperoleh masukan yang berharga guna mengatasi masalah kita.

6. Hiduplah seimbang
Berusahalah hidup dengan seimbang. Gunakan waktu yang cukup untuk pekerjaan, sosial, keluarga, dan untuk diri kita sendiri.

7. Jagalah kesehatan Anda
Berusahalah sehat, karena tanpa kesehatan Anda tidak akan bisa melakukan apapun. Jangan lupa vitamin dan olahraga yang rekreatif (sepak bola, bulu tangkis, voli, dsb).

8. Tekuni hobby Anda
Seyogyanya kita memiliki hobby yang dapat kita gunakan untuk menyelaraskan hidup kita

Last but not least, dan yang paling penting: GUSTI ORA SARE - Tuhan tidak tidur! Kalau Anda orang yang beriman dan percaya akan Tuhan, maka memohonlah kepada IA karena tak akan pernah ada masalah yang tidak ada jalan keluarnya.

Semoga tips sederhana tersebut bisa menginspirasi rekan-rekan. TETAP SEMANGAT TERUS BERKARYA!

4 Wisdoms

Dua malam lalu saya sekeluarga makan bersama di sebuah kedai kwetiau Pontianak di bilangan Cibubur yang memang merupakan langganan lama kami. Meski memang masakannya istimewa (setidaknya menurut kami) tapi tidak ada hal yang baru malam itu. Setelah pesan, kami menerima pesanan makanan kami dan lantas melahapnya dalam hitungan menit sampai tandas. Selanjutnya sambil menunggu makanan masuk ke perut dengan selamat, saya melihat sekeliling kedai. Tak ada yang istimewa, sampai mata saya tertuju pada kalender produk minuman keras yang memuat tulisan Cina dengan ukuran relatif besar berwarna khas Cina yakni warna merah dan emas. Saya rasa ini strategi promosi yang bagus mengingat produsen tersebut memasang kalender bergambar huruf Cina tersebut dalam kedai yang memang didominasi pengunjung etnis Cina. Namun bukan strategi marketing yang saya akan bahas, melainkan tentang "makna" dari kata-kata dalam huruf Cina yang ada dalam kalender itu.

Karena penasaran, saya membuka lembar demi lembar naskah yang ada dalam kalender itu sambil membaca terjemahan dalam bahasa Inggris berukuran kecil yang ada di bawah tulisan dalam huruf Cina tersebut. Sambil mengernyitkan dahi, saya mencoba menerka-nerka apa maksud dari tulisan-tulisan tersebut dan kenapa susunan penempatannya menarik dan sepertinya memang dalam sekuan (sequence) yang telah dipersiapkan sebelumnya. Dalam kalender tersebut, terdapat empat lembar tulisan yang masing-masing memuat penanggalan untuk 3 bulan. Karena menarik perhatian saya, maka sayapun memotret kalender tersebut satu demi satu.

Sesampai di rumah saya masih terbayang-bayang maksud dari kata-kata dan pola susunannya yang menurut saya cukup menarik. Setelah saya pikirkan, berikut adalah kesimpulan versi saya tentang wisdom tersebut. Tentu saja ini tafsir ini adalah sangat subjektif menurut nalar saya dan sudah pasti sangat beragam tergantung dari sudut pemaknaannya. Semoga dapat menginspirasi rekan-rekan.

HARDWORK -> FORTITUDE -> PATIENCE -> PROSPERITY

Dari susunan tersebut nampak bahwa tujuan akhir yang hendak dituju adalah PROSPERITY (Kemakmuran). Menurut saya kehidupan yang bermakna adalah hidup yang memiliki tujuan yang jelas dan tentu saja realistis. Tanpa tujuan yang jelas maka hidup laksana perjalanan tanpa ujung ke suatu titik yang tidak jelas akhirnya. Disini jelas sekali bahwa tujuan yang hendak dicapai adalah kemakmuran. Definisi kemakmuran tentu berbeda bagi tiap-tiap orang, bisa berupa harta, pangkat, derajat atau mungkin kemakmuran yang lebih bersifat religius dan filosofis.

Guna meraih tujuan itu, tentunya diperlukan adanya strategi yang tepat dan terutama do-able (dapat dijalankan). Untuk lebih jelasnya telah saya bahas dalam tulisan terdahulu soal MBO - SMART versi Drucker. Dalam konteks ini guna mencapai tujuan diperlukan HARDWORK (kerja keras) secara konsisten dan berkesinambungan. Bagi manusia modern dikenal adanya SMARTWORK, namun tetap saja roh dari semua itu adalah adanya persistensi dan determinasi yang konsisten dan terus berkesinambungan dalam jangka panjang guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Selanjutnya hal yang juga penting adalah FORTITUDE. Secara singkat fortitude adalah "dimilikinya sikap mental dan kekuatan secara emosional guna mengatasi setiap kesulitan, bahaya, maupun kondisi krisis yang ada". Wisdom ini merupakan suatu hal yang terpenting bagi manusia, utamanya seorang pengusaha (entrepreneur). Tanpa adanya fortitude maka sesorang menjadi lembek dan mudah menyerah dalam menghadapi suatu masalah. Padahal kita tahu persis bahwa galibnya kehidupan adalah adanya masalah atau kesulitan. Tanpa adanya masalah, hidup akan terasa monoton dan manusia akan mudah terjebak dalam zona nyaman (comfort zone) yang pasti cepat atau lambat akan membawanya menjadi manusia yang lemah, tidak kreatif, dan sangat rentan terhadap setiap perubahan yang terjadi. Menurut saya, wisdom ini mutlak dimiliki oleh orang-orang yang berkeinginan untuk mandiri.

Wisdom selanjutnya adalah PATIENCE (kesabaran). Hal ini meski mudah diucapkan namun sejatinya merupakan hal yang paling sulit dilaksanakan. Persaingan yang sengit dan sikap manusia di lingkungan sekitar yang acuh tanpa etika membuat kita sadar atau tidak sadar terseret dalam pusaran gelap ketidaksabaran. Kita seringkali jadi sangat mudah marah untuk hal-hal yang sepele serta tidak berarti. Seri buku "Don't sweat for small stuffs" memberi banyak refleksi kepada kita tentang makna kesabaran dalam menghadapi hal-hal yang kecil dan sepele guna menghindari kepusingan yang tidak perlu. Kesabaran serta pengendalian optimal membuat kita tetap FOKUS pada tujuan akhir yang hendak kita capai. Tak ada yang mudah dan instan untuk dilakukan, namun alangkah baiknya kalau kita mulai belajar melatihnya sedini mungkin.

Demikian sekilas refleksi dari saya, semoga bisa berguna. Salam sukses!


 

Copyright 2006| Blogger Templates by GeckoandFly modified and converted to Blogger Beta by Blogcrowds.
No part of the content or the blog may be reproduced without prior written permission.