Bulan lalu tepatnya hari Minggu tanggal 19 Oktober 2008, saya diminta staff kami untuk mengisi seminar dalam rangka Job Fair yang diselenggarakan oleh Alumni Kolese Kanisius Jakarta di daerah Jl. Raden Saleh. Ini memang bukan pengalaman pertama saya menjadi pembicara, namun kali ini cukup menarik saya sampaikan kepada pembaca karena ada beberapa hal yang mungkin berguna bagi rekan-rekan sekalian.

Saat itu topik yang saya angkat adalah mengenai Technopreneurship yang sedang "in" dibicarakan akhir-akhir ini dan kebetulan sesuai dengan latar belakang saya sebagai entrepreneur di bidang Teknologi Informasi. Terus terang peran saya dalam acara tersebut menjadi agak ironis sebab acara yang diadakan saat itu sebenarnya adalah Job Fair alias Bursa Tenaga Kerja dimana banyak perusahaan yang membuka stand dalam acara tersebut guna merekrut calon pegawai. Sementara pada sisi lain saya justru "melarang" orang-orang untuk mencari pekerjaan. Saya mencoba menginspirasi peserta untuk membuat lapangan kerja bagi dirinya dan orang lain. Meski agak ironis saya terus saja bersikap positif dan berpikir bahwa setidaknya saya menawarkan suatu alternatif solusi bagi mereka selain hanya sibuk berpikir untuk melamar pekerjaan saja.

Selain saya, masih ada beberapa pembicara lain yang umumnya berlatar belakang HRD dan fokus untuk memperkenalkan perusahaannya sebagai tempat tujuan kerja yang menjanjikan. Peserta yang datang saat itu tidak terlalu banyak, mungkin hanya berkisar puluhan orang saja. Saya kurang jelas apa yang terjadi, apakah karena biaya masuknya yang Rp 10 ribu atau sebab-sebab lainnya. Saya berharap sepinya acara Job Fair tersebut dikarenakan orang-orang sudah malas melamar pekerjaan dan fokus untuk mengembangkan usaha sendiri atau bahkan memang pengangguran di Indonesia sudah habis...semoga!

Dengan minimnya info peserta seminar yang akan berpartisipasi, saya mencoba untuk menyampaikan ide-ide dan konsep saya secara umum dengan bahasa yang sesederhana mungkin....tidak ndakik-ndakik kata orang Jawa. Bagi yang berminat dengan slide presentasi saya bisa menghubungi saya via email betley@gmail.com.

Tidak banyak yang saya sampaikan dalam acara tersebut mengingat waktu yang tersedia bagi saya sangatlah mepet dan dengan latar belakang peserta yang sangat heterogen dan ditambah sebagian menyimak presentasi saya sambil mengisi formulir lapangan kerja. Namun demikian antusiasme peserta cukup memadai, terutama ketika saya mengajukan beberapa pertanyaan yang "agak ekstrim" seperti soal analogi Kepala Anjing dan Ekor Naga. Selain itu terdapat sejumlah pertanyaan dari mereka soal apa dan bagaimana Teknopreneurship tersebut.

Intinya tidak banyak yang berbeda diantara Entrepreneur dan Technopreneur. Satu hal yang pasti Technopreneur lebih fokus kepada bidang usaha yang secara langsung bersangkutan denagn teknologi, seperti misalnya teknologi informasi, mikrobiologi, nanoteknologi, dsb. Saya percaya bahwa Technopreneurship akan terus berkembang dengan pesat di Indonesia. Juga Technopreneurship memiliki suatu variabel yang sangat penting dan membedakannya dari Entrepreneurship yang konvensional. Variabel tersebut adalah kemampuan Technopreneur untuk secara optimal mendorong terciptanya Value Added. Berbeda dengan bisnis konvensional, industri teknologi bisa dibilang sangat minimal menggunakan bahan baku mentah yang langsung dieksploitasi dari alam. Tentu saja ini merupakan salah satu contoh dari bisnis yang ramah lingkungan (Eco-friendly) atau istilah kerennya Green Business.

Disamping itu dalam banyak hal, bisnis teknologi dapat dimulai dengan modal yang sangat minim dan terutama sangat mengandalkan skill serta knowledge dari entrepreneur itu sendiri. Negara-negara seperti India, Ukraina, dan Israel memperoleh banyak pendapatan devisa dari industri berbasis teknologi. Dengan penguasaan teknologi yang semakin merata dan ditunjang dengan meningkatnya kemampuan sumber daya insani Indonesia, seharusnya Indonesia dapat lebih berperan dalam percaturan bisnis berbasis teknologi di dunia.

Bila rekan-rekan, terutama mahasiswa atau rekan-rekan pelajar, tertarik untuk berdiskusi atau mengundang saya untuk berbicara mengenai topik Technopreneurship, bisa menghubungi saya melalui telpon (021) 386 1792 atau email betley@gmail.com. Sepanjang acara tersebut bukan untuk kepentingan komersial saya akan menyampaikan presentasi tersebut secara Free of Charge.

Thrilling quote:
"I had no shoes and complained, until I met a man who had no feet" (source unknown)

Putar Nasib Jangan Menyerah!


Sopo ubet, ngliwet!


Sopo ubet, ngliwet!
Kalimat pendek nan sederhana tersebut benar-benar menginspirasi saya. Kalimat tersebut berasal dari bahasa Jawa ngoko yang secara harafiah dapat diartikan sebagai berikut. Sopo=siapa, ubet=mau berusaha, ngliwet=dapurnya ngebul. Atau terjemahan bebas-nya kurang lebih berarti "...barang siapa yang mau berusaha sejatinya tidak perlu khawatir karena banyak peluang yang bisa dimanfaatkan guna memenuhi kebutuhan hidupnya".

Saya pribadi termasuk orang yang sangat percaya dengan makna kalimat tersebut. Sewaktu menemui penganggur, preman, atau pengemis di jalanan saya seringkali termenung dan benar-benar tidak bisa memahami apa yang ada di benak mereka. Kebanyakan dari mereka memiliki tubuh dan jiwa yang sehat, malah mungkin secara fisik bisa dibilang jauh lebih sehat dari saya yang memiliki problem dengan tekanan darah dan obesitas. Intinya ternyata memang mindset, ya mindset yang ada di benak orang-orang tersebut. Namun dalam kesempatan ini saya tidak akan fokus untuk membahas mindset, namun saya akan lebih fokus dalam mendalami makna "ubet" alias berusaha.

Ubet dalam khazanah budaya Jawa, setidaknya Jawa-Solo yang merupakan latar belakang penulis sejatinya memiliki makna dan falsafah yang cukup dalam. Ubet atau berusaha dapat dimaknai sebagai serangkaian proses, yang seringkali berliku-liku, untuk dapat keluar dari suatu problem yang dihadapi. Makna "ubet" lebih dari sekedar usaha biasa namun mengandung arti berusaha semaksimal mungkin dengan segala daya dan upaya juga dengan semua cara untuk mencapai tujuan yang kita harapkan. Tentu usaha tersebut harus sesuai dengan konteks falsafah nilai etika dan moral yang kita anut. Dalam "ubet" kita dituntut untuk mesti menstimuli otak kita secara kontinu dengan ide-ide baru untuk semakin melancarkan jalan kita mencapai tujuan.

Namun demikian, falsafah “ubet” menurut penulis masih terasa sangat abstrak dan “gelap”. Oleh karena itu untuk membuatnya menjadi lebih terang, penulis mencoba menelahnya berdasarkan konsep tujuan dan strategi.

Secara ringkas konsep tujuan dan strategi dapat digambarkan sebagai berikut. Dalam semua hal hendaknya kita fokus pada TUJUAN atau lebih tepat direpresentasikan dalam kata OBJECTIVE. Meski sama-sama berarti tujuan, berbeda dengan GOAL, AIM, atau TARGET, OBJECTIVE lebih bersifat detil, terukur, dan yang penting realistis. Demikian juga dalam setiap aspek kehidupan, hendaknya kita memiliki OBJECTIVE yang jelas. Sebagai referensi kita dapat menggunakan konsep Management by Objective (MBO) yang diperkenalkan oleh Peter F. Drucker, seorang Guru manajemen yang merupakan figur anutan saya. Drucker menekankan bahwa OBJECTIVE yang baik hendaknya bersifat SMART, kependekan dari Specific (spesifik), Measurable (terukur), Achievable (dapat diraih), Realistic (realistis) dan Time-bounded (terikat dengan target waktu). OBJECTIVE yang dirumuskan secara SMART memiliki karakteristik sebagai tujuan yang jelas, komperehensif dan yang penting dapat menjadi panduan yang memadai bagi kita untuk “ubet” mencapainya.

Setelah memiliki OBJECTIVE yang SMART, lantas bagaimana? Untuk itu kita wajib memiliki STRATEGI yang kuat. Strategi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai “…cara, upaya, usaha-usaha untuk mencapai tujuan”. Bagi pemula, strategi yang digunakan sebaiknya merupakan strategi yang telah teruji kehandalannya. Jangan malu untuk MENIRU. Saya pribadi termasuk pengusaha yang tidak pernah malu mengakui bahwa dalam banyak keputusan bisnis yang saya ambil merupakan strategi yang saya tiru dari pengusaha lain yang lebih dulu berhasil. Logika saya ialah tidak ada salahnya kita meniru hal yang baik. Model ATM (Amati, Tiru dan Modifikasi) yang telah banyak diperkenalkan dalam seminar-seminar bisnis bagi saya merupakan metode yang efisien dan efektif untuk meminimalisir resiko bisnis terutama bagi pemula. Namun untuk yang sudah lebih berpengalaman sebaiknya memang bisa lebih merumuskan strategi yang inovatif dan bersifat out of the box atau sesuatu yang baru.

Langkah terakhir setelah merumuskan strategi yang sekiranya tepat guna meraih OBJECTIVE kita, maka kita memerlukan TAKTIK (tactic). Kalau strategi bersifat lebih umum dan tidak dapat langsung digunakan sehar-hari, maka taktik lebih bersifat sesuatu yang bisa diterapkan sehari-hari (day-to-day application). Kalau perlu jabarkan taktik tersebut menjadi bagian-bagian kecil yang dapat dilaksanakan setiap hari selama jangka waktu tertentu seperti misalnya selama 3 atau 6 bulan kedepan. Namun meski demikian bukan berarti kita menjadi kaku dan tidak fleksibel terhadap situasi dan kondisi yang dinamis. Kelenturan dan sifat adaptif serta kemampuan membaca situasi dan memilih langkah yang tepat tetap merupakan variabel penting yang tidak boleh dikesampingkan.

Demikian sekilas tentang konsep “ubet” beserta penjelasan ringkas berdasarkan sudut pandang manajement barat (western school), semoga dapat lebih member semangat kepada rekan-rekan untuk senantiasa “ubet” supaya bisa “ngliwet”.

Update LPIA


Sampai saat ini sudah sekitar 5 bulan saya memutuskan untuk menjalankan bisnis pendidikan dengan membeli satu franchise lembaga pendidikan bahasa Inggris dan komputer, LPIA. Seperti yang telah saya tulis pada posting saya terdahulu, cabang saya berlokasi di area Ciledug, tepatnya di Kompleks Ruko Dian Plaza, Jl. Raden Fatah, Tangerang.

Banyak hal yang semula tidak saya ketahui mengenai bisnis lembaga pendidikan dan franchise, namun akhirnya bisa saya serap dari pengalaman menjalankan bisnis LPIA ini. Dalam kesempatan ini saya akan coba sharing dengan rekan-rekan sekalian tentang pengalaman saya dengan harapan rekan-rekan dapat mengambil manfaat dan hikmah dari pengalaman saya baik yang positif ataupun yang negatif untuk selanjutnya dapat menjadi pertimbangan dalam membuka bisnis lembaga pendidikan.

Pengalaman tentang lembaga pendidikan:
1. Potensi pasar masih sangat luas, karena dari pengalaman saya ternyata memang kebutuhan pendidikan luar sekolah (non-formal) masih sangat menjanjikan.

2. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa orang tua akan berusaha keras untuk mengusahakan agar anak-anaknya memperoleh pendidikan yang memadai. Beberapa kali saya mengetahui dari manajer cabang saya bahwa orang tua menegoisiasikan terms pembayaran kursus dikarenakan anaknya ingin sekali mengikuti kursus tersebut namun orang tuanya dalam kondisi masih kekurangan. Banyak murid kami berasal dari keluarga yang kurang berada seperti tukang ojek, pedagang kecil atau pekerja serabutan namun memiliki semangat belajar yang sangat tinggi.

3. Dalam konteks LPIA Cabang kami, bulan-bulan yang agak sepi peserta biasanya adalah sekitar bulan Mei-Juni dimana anak-anak sedang libur sekolah dan bulan-bulan puasa dan menjelang lebaran. Oleh karena itu diperlukan kemampuan manajemen cash flow yang memadai supaya tidak terjadi minus. Alhamdullilah sampai saat ini kami belum pernah minus.

4. Diperlukan kreativitas dari manajer cabang dan koordinator akademik (Bahasa Inggris dan Komputer) untuk membuat program-program baru yang mampu menarik minat calon peserta kursus. Program-program baru tersebut sebisa mungkin dibuat sederhana namun dapat sesuai dengan kebutuhan dari pasar, misalnya untuk cabang kami diciptakan program baru Matematika Digital atau juga Digital English yang pada dasarnya hanya merupakan penggabungan dari beberapa program yang telah ada.

5. Terdapat tren penurunan minat untuk kursus Bahasa Inggris namun dilain pihak terjadi peningkatan yang signifikan untuk peminat kursus komputer. Kami mensiasatinya dengan membuat beberapa program komputer baru yang meskipun terasa sederhana namun dibutuhkan oleh masyarakat sekitar.

6. Diperlukan adanya program-program promosi untuk semakin mengukuhkan brand cabang ke masyarakat sekitar. Manajer cabang kami secara rutin memasang materi-materi promosi seperti spanduk, menyebar brosur, dan melakukan open house untuk semakin memperkenalkan cabang kami. Disamping itu dia juga aktif menyelenggarakan pertemuan dengan guru-guru atau orang tua murid di sekitar lokasi cabang. Meskipun sederhana, ternyata cara-cara seperti ini tetap manjur untuk memperoleh tambahan murid baru.


Disamping penjelasan diatas, masih banyak hal-hal yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kemajuan sebuah lembaga pendidikan. Pada tulisan berikutnya saya akan berbagi tips untuk memilih dan mengelola usaha franchise.


Semoga berguna, SALAM SUKSES!


PUTAR NASIB -- JANGAN PERNAH MENYERAH!




Gaji Papa Berapa?


Setelah lama tidak mengecek email pribadi saya, hari ini saya sempatkan untuk mengeceknya. Dari sekian ratus email yang kebanyakan berupa spam, saya menemukan satu email yang cukup menyentuh hati saya. Email ini hasil forward dari teman, dan saya yakin ada diantara rekan-rekan yang pernah membacanya. Naskah dalam email ini makin menguatkan tekad saya untuk berusaha keras untuk menjadi pengusaha yang pas-pasan...maksudnya pas pengen beli rumah ada duit, pas pengen beli mobil ada duit, pas pengen liburan ada duit...hehehehe.

Menjadi wirausahawan menawarkan kemilau kegemilangan meskipun juga selalu ada kemungkinan untuk tergelincir dalam lembah kegagalan. Tapi setidaknya kegagalan sebagai manusia pemberani yang berani mencoba, bukan manusia yang tidak berani menghadapi tantangan. Namun diluar semua hal itu, yang terpenting adalah menjadi pengusaha menawarkan kebebasan. Baik kebebasan waktu (freedom of time) dan kebebasan untuk berkreasi mewujudkan ide kita.

Kembali ke soal email, setelah membacanya semakin menguatkan tekad saya untuk berusaha keras menjadi pengusaha yang berhasil. Dalam artian berhasil menciptakan sistem dimana roda organisasi bisa berjalan tanpa kita perlu kita mencurahkan sebagian besar waktu kita untuk mengurusi usaha tersebut. Hal tersebut hanya mungkin bila kita sedari awal menciptakan organisasi dengan manusia yang berkualitas, sistem yang tertata dengan baik, pola desentralisasi pekerjaan yang terkontrol, dan produk yang berkualitas tinggi. Dengan demikian kita bisa memiliki waktu yang lebih banyak untuk keluarga.

Berikut isi email tersebut:
=========================================================================================

Gaji Papa Berapa ??


Seperti biasa andre, Kepala Cabang di sebuah perusahaan swasta terkemuka di Jakarta , tiba di rumahnya pada pukul 9 malam. Tidak seperti biasanya, Sarah, putra pertamanya yang baru duduk di kelas tiga SD membukakan pintu untuknya. Nampaknya Ia sudah menunggu cukup lama.

"Kok, belum tidur ?" sapa andre sambil mencium anaknya.

Biasanya Sarah memang sudah lelap ketika IA pulang Dan baru terjaga ketika Ia akan berangkat ke kantor pagi Hari.

Sambil membuntuti sang Papa menuju ruang keluarga, Sarah menjawab, "Aku nunggu Papa pulang. Sebab aku mau tanya berapa sih gaji Papa ?"

"Lho tumben, kok nanya gaji Papa ? Mau minta uang lagi, ya ?"

"Ah, enggak. Pengen tahu aja" ucap Sarah singkat.

"Oke. Kamu boleh hitung sendiri. Setiap Hari Papa bekerja sekitar 10 jam Dan dibayar Rp. 400.000,-. Setiap bulan rata-rata dihitung 22 Hari kerja.

Sabtu Dan Minggu libur, kadang Sabtu Papa masih lembur. Jadi, gaji Papa dalam satu bulan berapa, hayo ?"

Sarah berlari mengambil kertas Dan pensilnya dari meja belajar sementara Papanya melepas sepatu Dan menyalakan televisi. Ketika andre beranjak menuju kamar untuk berganti pakaian, Sarah berlari mengikutinya. "Kalo satu Hari Papa dibayar Rp. 400.000,- untuk 10 jam, berarti satu jam Papa digaji Rp. 40.000,- dong" katanya.

"Wah, pinter kamu. Sudah, sekarang cuci kaki, tidur" perintah andre

Tetapi Sarah tidak beranjak. Sambil menyaksikan Papanya berganti pakaian, Sarah kembali bertanya, "Papa, aku boleh pinjam uang Rp.5.000,- enggak ?"

"Sudah, nggak usah macam-macam lagi. Buat apa minta uang malam-malam begini ? Papa capek. Dan mau mandi dulu. Tidurlah".

"Tapi Papa..."

Kesabaran andre pun habis. "Papa bilang tidur !" hardiknya mengejutkan Sarah. Anak kecil itu pun berbalik menuju kamarnya.

Usai mandi, andre nampak menyesali hardiknya. Ia pun menengok Sarah di kamar tidurnya. Anak kesayangannya itu belum tidur. Sarah didapati sedang terisak-isak pelan sambil memegang uang Rp. 15.000,- di tangannya.

Sambil berbaring Dan mengelus kepala bocah kecil itu, andre berkata, "Maafkan Papa, Nak, Papa sayang sama Sarah. Tapi buat apa sih minta
uang malam-malam begini ? Kalau mau beli mainan, besok kan bisa. Jangankan Rp. 5.000,- lebih dari itu pun Papa kasih" jawab andre

"Papa, aku enggak minta uang. Aku hanya pinjam. Nanti aku kembalikan kalau sudah menabung lagi dari uang jajan selama minggu ini".

"lya, iya, tapi buat apa ?" tanya andre lembut.

"Aku menunggu Papa dari jam 8. Aku mau ajak Papa main ular tangga. Tiga puluh menit aja. Mama sering bilang kalo waktu Papa itu sangat berharga.

Jadi, aku mau ganti waktu Papa. Aku buka tabunganku, hanya Ada Rp. 15.000,- tapi karena Papa bilang satu jam Papa dibayar Rp. 40.000,- maka setengah jam aku harus ganti Rp. 20.000,-. Tapi duit tabunganku kurang Rp. 5.000, makanya aku mau pinjam dari Papa" kata Sarah polos.

andre pun terdiam. Ia kehilangan kata-kata. Dipeluknya bocah kecil itu erat-erat dengan perasaan haru. Dia baru menyadari, ternyata limpahan harta yang dia berikan selama ini, tidak cukup untuk "membeli" kebahagiaan anaknya.

Harga Sebuah Motivasi


Pagi ini dalam perjalanan menuju kantor, saya menyempatkan diri mendengarkan radio SMART FM. Radio ini merupakan salah satu siaran radio favorit saya karena banyak mengetengahkan acara yang informatif dan memberi saya "Vitamin Kehidupan", istilah yang saya adopsi dari Mas Fikri salah satu direktur di LPIA. Siaran pagi ini mengulas tentang training motivasi dan seminar Adam Khoo, seorang trainer motivator kelas wahid dari Singapura. Saya pribadi tidak terlalu mengikuti sepak terjang Pak Adam ini meskipun saya tahu beliau ini pasti seorang superstar motivator sekelas Pak TDW (Tung Desem Waringin), Andri Wongso, atau bahkan bisa jadi sekelas Anthony Robbins. Setidaknya saya pernah baca blog seorang teman yang luar biasa bangganya bisa dirangkul Adam Khoo sambil memuat foto tersebut pada laman blog-nya.

Mulanya saya mengikuti acara tersebut dengan khidmat sambil melintasi tol Jagorawi yang seperti lazimnya hari Senin banyak dipadati mobil mewah para pajabat dengan membawa "centeng" bersirene yang tanpa kenal malu memaksa rakyat biasa seperti saya untuk menepi layaknya hamba sahaya mempersilahkan tuannya melaju di jalanan. Namun kekhidmatan saya berubah manakala pada saat sesi tanya jawab interaktif dengan pendengar dibuka. Saat itu ada salah satu penelpon yang menyampaikan uneg-unegnya atau lebih tepatnya rasa sesalnya karena selama ini tidak mampu mengikuti pelatihan dan seminar motivasi semacam itu dikarenakan mahalnya biaya yang harus dikeluarkannya. Sebagai karyawan rendahan dengan gaji yang tidak seberapa, dia merasa tidak akan mampu menjangkau biaya pelatihan dan seminar tersebut yang umumnya berbandrol jutaan atau semurah-murahnya ratusan ribu. Biasanya biaya sebesar itu masih dikotak-kotakkan lagi dalam kelas Platinum, Gold, Silver, dsb. Belum lagi pada kenyataan bahwa umumnya acara-acara tersebut diadakan pada jam-jam kerja yang semakin mempersulit sang penelpon tersebut untuk mengikutinya. Demi mendengar komentar penelpon tersebut tanpa sadar dahi saya berkerut dan jantung saya mulai berdegub lebih kencang. Masya Allah....

Selama ini seperti Bapak yang menelpon tadi, saya juga merasakan hal yang sama. Demi menangguk motivasi dari para trainers motivators kelas wahid tersebut saya mesti berusaha keras menyisihkan pendapatan saya yang mestinya bisa saya gunakan untuk menabung, tambahan modal usaha, atau mungkin untuk bersedekah. Karena gagal menyisihkan pendapatan untuk mengikuti training dan seminar motivasi, seingat saya hanya beberapa seminar motivasi yang saya ikuti. Diantaranya yang paling saya ingat adalah seminar Pak Purdie Chandra yang "cuma" berbiaya 125.000 saja. Seminar tersebut pada dasarnya merupakan "preview" semata untuk mempromosikan kepada peserta seminar agar mengikuti pelatihan pada Entrepreneur University.

Selama ini, mata batin saya tertutup dengan kenyataan semu yang saya ciptakan sendiri bahwa untuk sukses dan mengaliri sekujur badan kita dengan motivasi maka kita perlu membayar para superstar trainer dan motivator tersebut untuk mengguyuri kita dengan hentakan, ledakan-ledakan, dan teriakan pembangkit motivasi. Saya lupa dengan kenyataan hakiki bahwa pada dasarnya kita bisa menciptakan inspirasi dan motivasi dari dalam diri kita sendiri. Saya lupa atau pura-pura tidak tahu bahwa sumber motivasi dan inspirasi itu bukan dimana-mana tetapi ada dalam diri kita sendiri. Sumber motivasi tersebut sesungguhnya memiliki kekuatan maha dahsyat mengalahkan ribuan kata, hentakan, atau teriakan dari semua superstar motivator yang ada di dunia ini.

Coba Anda tatap dengan penuh penghayatan mata pasangan Anda, mata anak Anda, atau mata orang tua Anda. Disana terpancar sumber inspirasi dan motivasi maha dahsyat yang tidak akan tertandingi oleh superstar motivasi sehebat apapun. Lihatlah mereka dengan seksama sewaktu mereka tertidur pada malam hari. Tubuh-tubuh penuh kepasrahan yang mengharapkan kita sebagai kepala keluarga untuk senantiasa berjuang segenap tenaga menghidupi mereka dengan segala daya upaya kita. Selama ini saya lupa, bahwa itulah sumber inspirasi dan motivasi yang sesungguhnya!

Oleh karena itu, untuk saudaraku yang tidak mampu mengikuti seminar motivasi yang menjanjikan sesuatu yang luar biasa, dahsyat, dsb. Janganlah berkecil hati, sumber motivasi yang sesungguhnya itu tidak dimana-mana dan bukan apa-apa. Motivasi ada di dalam hati kita. Dan juga selalu ingatlah, "Gusti ora sare" atau "Tuhan tidak tidur". Dengan berjuang segenap hati dilandasi kejujuran niscaya keberhasilan akan kita raih.

Salam.

Action!

Bicara soal mimpi, saya punya banyak hal dalam hidup ini yang mungkin layak diceritakan. Tentu saja mimpi yang saya ingin ceritakan kali ini adalah mimpi dalam konteks membangun bisnis baru. Dulunya saya jelas karyawan tulen, pagi masuk jam 8 dan pulang jam 5 teng, TengGo! Belum lagi dulu belum ada libur Sabtu, jadi suka nggak suka tiap Sabtu harus masuk meski cuma setengah hari dan kerjaan nyaris tidak ada alias cuma "nongkrongin" kantor. Walhasil kondisi demikian membuat saya banyak bermimpi untuk melakukan hal-hal lain diluar kerjaan saya sebagai karyawan.

Salah satu impian saya adalah membangun suatu korporasi bisnis yang besar. Saya selalu terheran-heran setiap kali mendengar ada konglomerat yang meresmikan bisnis barunya. Pada masa jayanya, konglomerat Liem Sioe Liong diketahui memiliki tak kurang dari 700 perusahaan! Kalau sehari dia mengunjungi 1 perusahaannya, maka setidaknya dia perlu hampir 2 tahun untuk menyelesaikan. Kalau Oom Liem saja demikian, bagaimana dengan boss Toyota atau boss2 yang lain? Benar-benar tidak masuk diakal saya waktu itu. Maklum waktu itu saya belum terbayang soal delegasi wewenang dan desentralisasi kekuasaan.

Mimpi-mimpi saya tentang memiliki korporasi terus bergulir dari waktu ke waktu tanpa adanya tindak lanjut yang memadai. Sampai akhirnya saya memutuskan berhenti kerja dan berangkat untuk studi lanjut. Sepulang dari studi (2005) baru saya mulai serius untuk mencoba merealisasikan mimpi saya. Pikir saya waktu itu sederhana saja, mumpung lagi dalam kondisi susah sebagai pengangguran yang otomatis nggak ada penghasilan sama sekali maka sebaiknya saya mencoba saja sekalian terjun sebagai entrepreneur.

Waktu memutuskan mencoba sebagai pengusaha saya menemukan banyak kendala-kendala yang terutama berhubungan dengan hal-hal yang sebenarnya bersifat minor, alias tidak substansial. Saat itu saya terlalu banyak berpikir untuk hal-hal yang sifatnya legal-formalistik, seperti misalnya soal bagaimana bentuk badan hukumnya (PT atau CV), bagaimana cara membuka account bank, soal pajak, kantor, hingga soal rekrut karyawan. Hal tersebut cukup membuat saya pusing hingga sempat berpikir untuk kembali menjadi karyawan saja. Namun setelah teringat akan mimpi saya dahulu untuk membuka usaha sendiri maka saya memutuskan untuk "rawe-rawe rantas, malang malang putung" alias pantang mundur.

Solusi-nya saya mulai aktif minta pendapat kepada senior-senior saya yang sudah lebih dulu membuka usaha, juga aktif join miling list kewirausahaan, membaca buku-buku yang relevan, dan aktif mengikuti seminar motivasi (terutama yang gratis..hehehe). Pelan tapi pasti saya mulai menyerap berbagai macam pendapat sampai akhirnya saya menyadari bahwa langkah awal untuk membuka usaha ternyata cuma satu hal, yakni ACTION!

Bertahun-tahun saya cuma bermimpi dan hasilnya nihil. Mirip drama legendaris Waiting for Godot-nya Sam Beckett dimana sampai akhir pertunjukkan sang tokoh "Godot" tidak juga muncul di pentas. Intinya memang action, action, dan action! Jangan terlalu banyak memikirkan hal-hal yang sebenarnya tidak substansial. Kalau rekan-rekan memiliki ide bisnis, sebaiknya langsung direalisasikan dan jangan hanya berhenti pada tataran mimpi dan wacana. Berpikir dan membuat Business Plan memang penting, namun jangan sampai hal tersebut menghalangi langkah Anda untuk membuka usaha.

Sekali lagi, kalau Anda memiliki ide bisnis apapun itu, maka segeralah menindaklanjutinya dengan hal-hal yang lebih taktikal. Ingatlah selalu pepatah Cina kuno, " The journey of a thousand miles begins with a single step!'

SUKSES SELALU UNTUK REKAN-REKAN!

Pekan lalu suatu siang masuk SMS dari rekan, saya sangat yakin dia tidak membuatnya sendiri namun sekedar mengalihkan (forward) SMS tersebut kepada saya. Mulanya saya tidak terlalu mengacuhkannya mengingat SMS hasil alihan biasanya tidak terlalu penting. Namun sekira 2-3 jam kemudian sewaktu duduk termenung menunggu teman saya iseng buka SMS tersebut, ternyata isinya cukup inspiratif. Bisa dikatakan bahwa naskah dalam SMS tersebut telah mengingatkan saya akan beberapa hal yang telah terlupa atau sengaja saya lupakan dalam hidup ini. Berikut petikan SMS tersebut dengan sedikit tambahan dari saya, semoga berguna bagi rekan-rekan semua untuk memulai hari baru.

  1. SENYUM. Sapalah semua orang disekitarmu dengan senyum.
  2. PERHATIKAN KESEHATAN. Jangan lupa berolahraga dan minum vitamin apabila perlu.
  3. BEBASKAN KREATIFITAS. Salurkan hobbymu yang positif.
  4. BERSIKAP MANIS. Pada semua orang.
  5. MENDENGAR. Belajar mendengar pendapat orang lain.
  6. PUJIAN. Jangan pelit memuji orang lain bila memang berhak.
  7. TERIMALAH PUJIAN. Jangan sungkan menerima pujian dari orang lain.
  8. TEPAT WAKTU. Bilamana memungkinkan datanglah lebih awal.
  9. BERKATA TIDAK. Jangan takut atau gengsi untuk berkata tidak kalau memang tidak bisa.
  10. MENABUNG. Sisihkan harta untuk masa depan.
  11. RENCANAKAN KEGIATAN. Mulailah memanfaatkan buku agenda untuk merencanakan kegiatan.
  12. TAMBAH ILMU. Bacalah buku baru, ikuti workshop, seminar atau apapun yang berguna.
  13. REKREASI. Bilamana mungkin pikniklah bersama keluarga, kerabat atau sahabat.
  14. LAKUKAN HAL BARU. Pelajari hal-hal yang baru setiap minggu atau bulan
Last but not least, salah satu yang paling penting ialah:
15. SEDEKAH. Mulailah menyisihkan sebagian pendapatan kita untuk mereka yang berkekurangan.

SALAM SUKSES 2008!

Akhirnya Investor Juga!

Kalau Anda sering menonton Trans TV mestinya sedikit banyak bisa menangkap maksud saya memberi judul posting ini dengan "Akhirnya Investor Juga!". Tentu saja saya tidak bermaksud untuk mempromosikan acara tersebut kepada Anda, meskipun saya merupakan penggemar acara "Akhirnya Datang Juga" pada stasiun Trans TV. Meski tidak berhubungan secara langsung, sharing saya berikut kurang lebih mirip dengan konsep acara tersebut, terutama dalam soal membuka "pintu" baru.

Setelah 6 tahun berk
arir sebagai pegawai, dan 3 tahun sebagai entrepreneur akhirnya bulan Maret 2008 ini saya menapak jenjang baru sebagai seorang investor. Memang belum memiliki 100%, tapi meski porsinya hanya sebagian kecil saja, namun inilah tonggak awal untuk masuk ke "pintu" baru yang bernama dunia investasi. Meskipun telah beberapa waktu saya bergelut dengan entrepreneurship, namun dunia investasi masih merupakan hal yang benar-benar baru bagi saya. Well, we never know until we try it!

Karena masih disibukkan dengan usaha utama saya yang bergerak di bidang software house dan system integration serta kesibukan sebagai dosen dan pembimbing skripsi pada beberapa universitas yang membuat waktu saya terbatas, maka saya berfikir untuk membeli franchise dari lembaga yang sudah ada. Dalam hemat saya membeli franchise memungkinkan kita untuk memiliki usaha tanpa mesti full-time berkecimpung didalamnya. Kali lain saya akan coba sharing ke rekan-rekan
perspektif saya tentang dunia franchise.

Setelah berpikir secara matang dan mempelajari peluang pada bisnis ini, akhirnya saya memutuskan untuk membeli franchise Lembaga Pendidikan Bahasa Inggris & Komputer LPIA (Lembaga Pendidikan Indonesia Amerika). Karena modal yang terbatas namun keinginan untuk menjadi investor yang sangat menggebu, maka akhirnya saya coba merayu paman yang kebetulan hendak memasuki masa pensiun untuk membantu saya dalam bidang pendanaan. Alhamdulillah - puji Tuhan, beliau bersedia! The new dawn has finally arrived!

Kenapa bisnis pendidikan? Bagi saya, selain peluang pasar yang masih terbuka dan berarti secara finansial masih menjanjikan, bisnis pendidikan menawarkan sesuatu yang tidak ditawarkan oleh bidang bisnis yang lain. Selain membuka lapangan kerja yang sangat luas (setidaknya 20-30 orang), bisnis pendidikan memberikan peluang kita untuk "menularkan" ilmu yang baik kepada masyarakat luas guna membantu mereka memperoleh masa depan yang lebih baik, Insya Allah!

Gambar diatas saya ambil minggu lalu sewaktu ruko yang saya tempati sedang dalam masa persiapan. Insya Allah akan dibuka secara resmi pada hari Senin, 17 Maret 2008. Meskipun demikian per 1 Maret 2008 kemarin proses soft-launching sudah dimulai dan berdasarkan laporan terakhir sudah sekitar 7 murid yang mendaftar. Saya ingat minggu lalu kami memasang spanduk pertama pada sekitar pukul 11.00 siang dan sekitar pukul 12.00 kami sudah memperoleh murid pertama kami. Alhamdullilah!

Oh ya, cabang kami secara resmi bernama:
LPIA Cab. Dian Plaza Ciledug, Jl. Raden Fatah no.8A, Kab. Tangerang.
Mohon doa restu dari rekan-rekan semoga usaha kami ini dapat berjalan dengan lancar.

Salam Sukses!
Our greatest weakness lies in giving up. The most certain way to succeed is always to try just one more time ! (Thomas A. Edison)


Didedikasikan untuk Mas Iwan dan rekan2 yang akan/ingin menjadi wirausahawan!

Beberapa tahun silam, saya pernah membaca sebuah artikel atau lebih tepatnya opini dari seseorang tentang pilihan-pilihan yang tersedia dalam menjalani hidup. Pertanyaan yang diajukan oleh sang penulis (sayang Anonim) sangat provokatif dan membuat saya, yang waktu itu dalam posisi yang lumayan empuk sebagai seorang sales group manager pada salah satu perusahaan IT terkemuka di Jakarta, terhenyak bukan kepalang. Tulisan 3 alinea pada salah satu website majalah yang tampak tidak terurus itu benar-benar "menghantui" dan membuat saya "panas-dingin" untuk waktu yang sangat lama. Kira2 saya membaca tulisan tersebut pada sekitar tahun 2002 atau sekitar 6 tahun yang lalu, namun saya masih ingat persis apa isi tulisan tersebut.

Spontan dan Radikal
Mulanya saya kurang paham dengan analogi yang coba dibangun oleh sang penulis tentang komparasi ekor naga dan kepala anjing. Dengan sangat provokatif sang penulis mencoba memberikan gambaran yang sangat jelas tentang kenikmatan dan juga tentu keruwetan yang musti dijalani oleh manusia-manusia pemberani yang disebut wirausahawan (entrepreneur).

Sang penulis bercerita bahwa secara spontan dan radikal dia memutuskan "memecat" boss-nya untuk selanjutnya memutuskan membuka usaha sendiri. Jangan dibayangkan bahwa dia akan membuka usaha yang wah atau kompleks setelah dia keluar dari tempat kerjanya yang lama. Setelah keluar, dia memutuskan untuk membuka arena permainan Play Station (PS), benar saudara-saudara PS. Tidak tanggung-tanggung dia langsung membuka 2 lokasi arena permainan PS sekaligus.

Modal usaha dia peroleh dari hasil menabung selama bertahun-tahun dari gaji yang diperolehnya plus ngutang sana-sini dari rekan atau kerabatnya. Mulanya usaha PS tersebut berjalan dengan baik, indikasinya ialah pendapatan perbulan yang dia peroleh pada bulan pertama setelah membuka usaha tersebut sudah mendekati gaji bulanan yang sebelumnya ia peroleh. Namun karena beberapa faktor yang tidak dia sebutkan secara spesifik, usaha tersebut akhirnya tidak berjalan sebagaimana mestinya dan akhirnya benar-benar bangkrut! Kapokkah dia?

Ekor Naga atau Kepala Anjing?
Ternyata tidak sama sekali saudara-saudara!
Mulai dari sinilah saya belajar tentang konsep ekor naga dan kepala anjing itu. Secara gamblang dan tanpa basa-basi sang penulis dengan tegas menyampaikan bahwa tidak ada sebersit-pun rasa sesal yang ada pada dirinya sehubungan dengan keputusannya untuk keluar dari tempat bekerjanya yang lama dan memutuskan untuk memulai usaha. Dengan keyakinan dan mental juara yang sangat luar biasa sang penulis tersebut memutuskan memulai usaha baru (yang tidak ia sebutkan) dari bawah bersama rekan-rekannya sambil terus berusaha mengambil hikmah dari kegagalan yang telah dihadapinya.Dia berprinsip bahwa sehina-hinanya anjing, bila kita menjadi "kepala-nya" masih jauh lebih baik daripada sekedar menjadi ekor dari seekor naga yang dianggap salah satu hewan paling mulia. Kenapa demikian?

Walau sang penulis tidak memberikan penjelasan yang memadai soal ini namun saya memiliki beberapa argumen yang mendukung pendapat tersebut. Pada kepala, baik manusia ataupun hewan, terdapat otak dan pusat kontrol syaraf yang mengendalikan keseluruhan gerak tubuh dari makhluk tersebut. Bayangkan bila manusia atau hewan yang tidak berkepala... Kecuali untuk konsumsi film horror, rasanya tidak mungkin makhluk tersebut bertahan hidup. Belum lagi fakta bahwa pada kepala terdapat hampir sebagian besar indera seperti mata, hidung, mulut, dan telinga.

Sedangkan ekor, meski debatable tapi rasa-rasanya tanpa ekor hewan masih sanggup bertahan hidup. Setidaknya terbukti pada almarhum anjing saya Bruno yang musti "diamputasi" ekornya gara-gara suatu penyakit. Juga fakta bahwa ekor selalu terletak pada bagian paling belakang dan tersembunyi yang gerakannya akan sangat tergantung pada perintah dari sang otak yang ada di kepala.

Pelajaran yang dapat Dipetik
Anda boleh memiliki penafsiran yang berbeda tentang analogi ekor naga dan kepala anjing tersebut, namun saya yakin kita memiliki beberapa pelajaran yang bisa dipetik dari sang penulis (yang mulia) tersebut. Dengan menjadi kepala, meskipun baru level "kepala anjing", kita memiliki beberapa kelebihan yang luar biasa dibanding hanya menjadi "ekor naga". Kelebihan tersebut terletak pada kebebasan untuk menentukan nasib kita sendiri pada kelak kemudian hari. Selain itu dengan membuka usaha sendiri kita memiliki kesempatan yang sangat besar untuk mengaktualisasikan potensi yang kita miliki sesuai dengan tujuan hidup yang kita impikan, KESEJAHTERAAN. Adapun kebebasan finansial dan kehormatan sosial hanyalah bonus semata dari keberhasilan tersebut.

Lantas pertanyaan terakhir, hendak menjadi apakah Anda, Kepala Anjing atau Ekor Naga?

Salam sukses selalu - what you believe, you shall achieve it!


 

Copyright 2006| Blogger Templates by GeckoandFly modified and converted to Blogger Beta by Blogcrowds.
No part of the content or the blog may be reproduced without prior written permission.