STRATEGI TEBAS : Terjun Bebas (1)


Sewaktu ngobrol ringan bersama teman beberapa waktu lalu, terbetiklah suatu topik tentang keinginan mereka untuk terjun bebas menjadi pengusaha. Sewaktu saya melangkah menuju hal yang lebih praktis, barulah mereka mulai goyah dengan ide yang mulia tersebut dan mulai munculah berbagai macam alasan yang bisa digunakan sebagai "tameng" untuk menunda atau bahkan membatalkan niat menjadi pengusaha. Seseram itukah resiko terjun bebas menjadi pengusaha?

Berdasarkan pengalaman yang telah saya rasakan, saya termasuk yang sepakat bahwa untuk menjadi entrepreneur adalah sangat mudah. Sama mudahnya memutuskan untuk makan di kala lapar atau minum di kala haus. Atau lebih ekstrem lagi seperti (maaf) buang hajat di kamar mandi, kali ini menurut Pak Purdhie. Makanya saya selalu heran bilamana bertemu rekan atau sahabat (puluhan jumlahnya) yang bolak-balik mengeluh betapa sulitnya memutuskan untuk menjalani hidup mandiri. Mereka punya berbagai alasan tentang kenapa takut untuk memulai petualangan baru sebagai pengusaha. Dari berbagai alasan tersebut, terdapat beberapa alasan yang dominan, misalnya: takut gagal, tidak ada modal, tidak ada ketrampilan, sudah punya tanggungan istri dan anak, dan iklim ekonomi yang kurang bersahabat. Semua hal itu menjadi momok yang menakutkan bagi rekan-rekan saya tatkala mereka berencana mendirikan usaha sendiri. Padahal saya tahu rekan-rekan saya itu memiliki skill, knowledge, pengalaman, network, dan bahkan capital yang jauh melebihi saya.

Ada banyak rekan yang saya lihat sangat potensial dan saya yakini bakal menjadi pengusaha yang sukses namun sayang sekali tidak berani memutuskan mencoba menjadi pengusaha karena sudah terbelenggu oleh "penjara-penjara pikiran" yang dia ciptakan sendiri. Penjara yang membelenggu itu umumnya lebih disebabkan ketidaktahuan ataupun perspektif yang kurang tepat tentang konsep kewirausahaan. Umumnya ada 4 hal yang menjadi momok seseorang sebelum memutuskan terjun bebas menjadi pengusaha, yaitu:
1. Resiko Kegagalan
2. Minimnya Skill dan Knowledge
3. Kendala Modal, dan
4. Kondisi Ekonomi

RESIKO KEGAGALAN

Umumnya orang mengira bahwa pengusaha adalah seorang RISK TAKER yang bisa dibilang mirip-mirip dengan penjudi. Bisa kaya raya kalau menang, atau sebaliknya bisa jatuh miskin kalau kalah. Mungkin hal inilah yang menghambat sebagian orang untuk menjadi pengusaha, karena mereka takut kalau kegagalan akan membawa mereka ke jurang kemiskinan, oh seraaaaaaam. Namun demikian secara logika praktis dan empirik hal tersebut tidaklah 100% tepat. Memang benar dalam hal tertentu yang membutuhkan pengambilan keputusan yang cepat seorang pengusaha dituntut untuk mau mengambil resiko atas pilihan yang dilakukannya. Saya pribadi cenderung berpendapat bahwa seorang pengusaha adalah RISK HANDLER yang baik.

Kalau kita telaah, terdapat 2 faktor resiko bisnis yang ada, yakni UNCONTROLLABLE FACTOR dan CONTROLLABLE FACTOR. Untuk yang pertama memang dalam banyak hal tidak bisa kita hindari dikarenakan kita tidak memegang kendali penuh atas kejadian tersebut. Kejadian seperti bencana alam, huru-hara atau kejadian kahar (force majeure) yang lain memang susah diprediksi dan mau tidak mau harus kita hadapi. Namun perlu diingat bahwa kejadian tersebut tidaklah sering terjadi di Indonesia, atau setidaknya tidak sesering yang terjadi di Bangladesh. Sedangkan faktor kedua (controllable factor) merupakan faktor resiko yang paling lazim terjadi dalam suatu proses bisnis. Resiko bisnis jenis ini relatif bisa ditanggulangi dan sebenarnya bisa diantisipasi guna meminimalisir dampak yang ditimbulkannya. Dengan penerapan strategi-strategi manajemen yang sederhana seperti misalnya SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, threats) analysis bisa membantu pengusaha untuk meminimalisir resiko yang bisa terjadi. Selain itu masih banyak tools ataupun strategi yang bisa kita gunakan untuk setidaknya mengurangi resiko bisnis yang mungkin timbul. Pengalaman atau jam terbang seseorang akan sangat berpengaruh dalam kemampuan untuk mengatasi resiko-resiko bisnis yang timbul.

Selain hal teknis, terdapat faktor non teknis yang juga sangat amat penting adalah kemampuan BERPIKIR POSITIF (positive thinking) dalam memandang sesuatu. Kalau ada waktu, cobalah untuk terus-menerus mensugesti diri Anda dengan hal yang baik, nanti akan Anda alami hal-hal manis yang tidak Anda duga sebelumnya. Hal tersebut dikenal dengan istilah self-fulfiling prophecy. Juga yang terpenting senantiasa memohon kepada Tuhan agar dimudahkan langkah kita guna mencapai tujuan.

Untuk artikel yang membahas "penjara-penjara pikiran" yang lainnya akan segera saya susulkan.

"what man/woman believes, he/she can achieve it"

0 komentar:


 

Copyright 2006| Blogger Templates by GeckoandFly modified and converted to Blogger Beta by Blogcrowds.
No part of the content or the blog may be reproduced without prior written permission.